Selasa, 02 April 2013

KESEHATAN MENTAL



KESEHATAN MENTAL

KONSEP SEHAT DIMENSI

1.   Emosi
            Chaplin (1972) emosi sebagai reaksi kompleks yang mengandung tingkatan aktiitas yang tinggi, dan diikuti perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat.
            Kleinginna (Kleinginna dalam Morgan dkk, 1986) mensyaratkan satu definisi yang komprehensif tentang emosi seharusnya:
a.       Mengatakan sesuatu tentang apa yang dirasakan ketika seseorang sedang emosional
b.      Menyebutkan dasar psikologis dan fisiologis dari perasaan emosional
c.       Memasukkan efek-efek dari emosi terhaadap persepsi, pemikiran dan perilaku
d.      Menunjukkan sifat dari emosi tertentu yang mendorong dan memotivasi, seperti rasa takut dan marah
e.       Mengacu ke cara bagaimana emosi diungkapkan dalam bahasa, ekspresi, wajah, dan gesture (bahasa tubuh)

Walaupun emosi merupakan perasaan yang mengalami intensitas, sebenarnya orang masih bisa mengontrol dirinya agar tidak larut dalam emosi. Ekman & Freisen (dalam Carlosn, 1987) terdapat tiga rules yang mengatur emosi dan ekspresi kejamanian.
a.       Masking. Emosi yang dialami seseorang tidak tercetus  keluar melalui ekspresi kejasmanian fisiknya. Contoh: orang yang mengalami kematian anggota keluarganya, dapat menutup atau meredam kesedihannya.
b.      Modulation. Emosi tidak dapat disembunyikan atau diredam. Gejala fisik mengekspresikannya, tetapi emosi tersebut dikontrol sehingga tidak meledak-ledak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Allport (1961) dalam kriteria kepribadian yang sehat yaitu tidak larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Contoh: orang menangis ketika ditinggal pacar, tapi tidak histeris.
c.       Simulation. Orang tidak mengalami emosi tetapi seolah-olah ia mengalami emosi dengan menampakkan gejala fisiknya.
Menurut Ekman & Freisen mengatakan budaya berperan dalam hal ini. Jika masking dan modulation dipengaruhi ajaran budaya bahwa tidak etis menangis dengan meronta-ronta dihadapan umum walaupun kehilangan seorang anggota keluarganya, sementara simulation diajarkan agar orang harus turut sedih dengan orang yang kehilangan.

2.   Intelektual
      Biasanya orang-orang yang mentalnya sehat adalah orang-orang yang memiliki intelektual cukup tinggi memiliki ciri-ciri berikut ini:
a.       Mudah menangkap pelajaran
b.      Memiliki ingatan yang baik
c.       Perbendaharaan kata luas
d.      Penalaran tajam (berfikir logis, memahami hubungan sebab-akibat)
e.       Daya konsenrasi baik (perhatian tidak mudah teralihkan)
f.       Menguasai banyak bahan tentang berbagai topic
g.      Senang dan sering membaca
h.      Ungkapan diri lancar dan jelas
i.        Pengamatan yang cermat
j.        Senang mempelajari kamus, peta, ensiklopedia
k.      Cepat memecahkan soal
l.        Cepat tanggap menemukan kekeliruan dan kesalahan
m.    Cepat dalam menemukan asas dalam suatu uraian
n.      Mampu membaca pada usia lebih muda
o.      Daya abstraksi tinggi
p.      Selalu sibuk menangani berbagai hal

3.   Sosial
Manusia adalah mahluk social, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya, manusia yang sehat mentalnya pasti dia akan berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya. Karena individu tersebut memandang kehidupan secara realita. Jika individu tersebut hanya berkutat pada dirinya sendiri dan tidak mau atau takut berinteraksi dengan lingkungannya biasanya dia hanya hidup dalam dunia fantasinya dan tidak menerima realita kehidupannya itu berarti kepribadian individu tersebut terganggu.

4.   Fisik
Individu yang memiliki fisik yang sehat mempengaruhi kesehatan mentalnya. Karena individu yang memiliki fisik yang sehat, melakukan segala sesuatu dengan sadar sehingga individu tersebut dapat memahami situasi lingkungannya.
Jika individu tidak memiliki fisik yang sehat kemungkinan dia akan taku menghadapi keadaan lingkungannya. Contohnya individu yang memiliki berbagai macam alergi, alasan pertamanya adalah untuk menghindari sesuatu  yang membuatnya alergi namun lama kelamaan hal ini akan membuatnya takut terhadap sesuatu yang membuatnya alergi, dan kemungkinan dia menjadi phobia terhadap segala esuatu yang membuatnya alergi.

5.   Spiritual
            Ada dua istilah penting yang harus dibedakan agama dan spiritualitas. Kata agama mengimplikasikan perhatian pada nilai suci dan utama dari hidup. Istilah spiritualitas di sisi lain mengacu pada pengalaman lanngsung atas hal-hal suci.
            Spiritual adalah bagaimana kita mengeksplorasi ke dalam diri kita untuk jauh lebih mengenal tentang diri sejati kita dan mereka yang sudah dapat mengenal diri sendiri akan dapat mengenali Tuhannya.
            Spiritual juga membuat seseorang dapat lebih memahami arti Tuhan utuk dirinya, mengerti hubungannya dengan Tuhannya, dan spiritual juga dapat membantu individu menenangkan dirinya dari berbagai macam masalah kehidupan.



TEORI PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

1.      Sigmund Freud
Fase-fase perkembangan individu didorong oleh energy psikis yang disebut libido. Libido ini merupakan energy psikis yang bersifat seksual(dorongan kehidupan) dan sudah ada sejak bayi. Setiap tahap perkembangan ditandai dengan berfungsinya dorongan-dorongan tersebut pada daerah tubuh tertentu. Freud membagi perkembangan psikoseksual menjadi lima fase:
a.       Oral (12-18 bulan)
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan pada mulutnya. Seperti makan, minum, atau menyusu pada ibunya, apabila anak tidak mendapatkannya maka anak akan memasukkan jari-jari tangannya ke mulut.
b.      Anal (12/18 bulan-3 tahun)
Pusat kenikmatan terdapat pada daerah anus. Ini saat yang tepat untuk mengajari anak toilet training. Pada fase ini anak sudah menjadi individu yang mampu bertanggung jawab atas beberapa kegiatan tertentu.
c.       Phallic (3-6 tahun)
Anak memindahkan pusat kepuasannya pada alat kelamin. Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomin antara laki-laki dan perempuan. Pada anak laki—laki keterdekatan pada ibunya menimbulkan gairah seksual dan rasa cinta yang disebut Oedipus Complex, (pada anak perempuan terhadap ayahnya disebut Electra Complex).namun perasaan ini terhalang oleh tokoh ayah, kemudian diikuti oleh kecemasan kastrasi (takut dipotong alat kelaminnya atau takut disunat) sehingga menimbulkan perilaku menurut dan meniru saingannya. Konflik ini terpecahkan bila anak sudah dapat menerima, menyukai, dan mengagumi saingannya sehingga menjadi model dari perilakunya.
d.      Latency (6- pubertas)
Ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan pesat pada aspek motorik dan kognitif.kecemasan dan ketakutan pada fase-fase sebelumnya ditekan (repressed). Anak laki-laki bermain dengan teman bergender sama, begitu juga dengan anak perempuan. Oleh karena itu fase ini juga disebut fase hoseksual alamiah. Anak akan mencari figure ideal diantara orang yang berjenis kelamin sama dengannya.
e.       Genital (12 tahun ke atas)
Alat-alat reproduksi sudah mulai matang, pusat kepuasannya berada pada daerah kelami. Libido diarahkan untuk hubungan-hubungan heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota keluarga dialihkan pada orang lain yang berlawanan jenis. Pengalaman-pengalaman di masa lalunya sangat berpengaruh pada masa remaja menuju masa dewasa, dunia karir, dan berumah tangga.

2.   Erik Erikson
            Dalam delapan tahap perkembangan psikososial Erikson, kehidupan social budaya dan lingkungan indiidu mempengaruhi perkembangan ego dan diri.
            Erikson masih memakai konsep-konsep naluri Freud yang dibentangkannya pada dua titik ekstrim (positif-negatif) sebagai suatu konflik dan konflik ini menimbulkan krisis. Terselesaikannya krisis itu akan mempengaruhi perkembangan individu. Berikut delapan tahap perkembangan psikososial:
a.       Basic Trust vs Basic mistrust (12-18 bulan)
Bila rasa aman terpenuhi, bayi akan mengambangkan rasa percaya terhadap lingkungan, dan apabila bayi selalu terganggu, tidak pernah merasakan kasih saying, dan rasa aman maka bayi akan mengen=mbangkan rasa tidak percaya terhadap lingkungan.
b.      Autonomy vs Shame & Doubt (12/18 bulan-3 tahun)
Pengakuan, pujian, perhatian, serta dorongan akan menimbulkan rasa percaya diri, memperkuat egonya, bila sebaliknya maka akan mengembangkan peasaan ragu-ragu.
c.       Initiative vs Guilt (3-6 tahun)
Bila pada tahap sebelumnya anak dapat mengmbangkan rasa percaya diri maka di tahap ini anak mulai berani mengambil sikap inisiatif, yaitu perasaan untuk dapat melakukan sesuatu sesuai kehendaknya dan apabila di tahap sebelumnya anak mengembangkan perasaan ragu-ragu maka ditahap ini anak akan selalu merasal bersalah dan tidak berani mengambil keputusan.
d.      Industry vs Inferiority (6 tahun-pubertas)
Memasuki usia sekolah, apabila anak mampu menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan dan dihargai anak akan lebih produktif, namun bila yang terjadi sebaliknya anak akan merasa rendah diri(minder).
e.       Identity vs Identity Confusion (pubertas-dewasa awal)
Tahap ini anak mulai memutuskan bagaimana masa depannya, apabila berhasil pada tahap sebelumnya maka anak dapat menemukan dirinya namun bila sebaliknya anak akan bingung mengenai siapa dirinya.
f.       Intimacy vs Isolation (dewasa awal)
Individu mulai mencari pasangan hidup, seseorang yang berhasil mendapatkan kasih saying akan merasakan kemesraan dan keintiman, dan apabila seseorang tersebut gagal maka akan merasa terasingkan.
g.      Generativity vs Stagnation (dewasa madya)
Pengalaman dimasa lalu mampu membuat individu berbuat banyak untuk generasi setelahnya,nammun apabila individu memperolah atau hanya berada dalam pengalaman negative maka mungkin dia terkurung dalam persoalannya sendiri
h.      Integrity vs Despair (usia lanjut)
Individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi dan tindakan masa lalu akan menimbulkan perasaan puas dan apabila ia merasa gagal aka akan timbul kekecewaan yang amat besar.

3.   Gordon Allport
            Menurut Allport pribadi yang sehat adalah kepribadian yang matang. Berikut beberapa asumsi tentang konsep kepribadian yang matang. Pertama, manusia yang matang secara psikologis memiliki perilaku yang proaktif, yaitu mereka mampu bertindak secara sadar dalam lingkungannya, serta membuat lingkungannya memberikan respon terhadapnya.
            Selain itu, kepribadian yang matang lebih dapat termotivasi oleh proses sadar sehingga mereka menjadi lebih fleksibel dan mandiri, sedangkan kepribadian yang terganggu atau tidak sehat, akan tetap terdominasi oleh motif-motif tidak sadar yang berasal dari pengalaman masa kecilnya.
Pribadi yang sehat biasanya memiliki masa kecil yang tidak traumatis walaupun pada tahun-tahun berikutnya mereka dapat menghadapi konflik dan penderitaan. Usia tidak menentukan pribadi yang matang, walaupun manusia yang sehat kelihatan menjadi dewasa saat usianya bertambah.
Allport (1961) mengidentifikasikan enam criteria kepribadian yang matang.
Kriteria pertama adalah perluasan perasaan diri. Mereka tidak terpuat pada diri sendiri (self-centered) serta mampu terlibat dalam masalah dan aktivitas yang tidak terpusat pada diri mereka. Mereka mengembangkan minat yang tidak egosentris dalam pekerjaan, permainan, dan rekreasi. Minat atas kehidupan social, keluarga, dan spiritual sangat penting bagi mereka.
Kedua, memiliki karakter berupa “hubungan yang hangat dengan orang lain” (Allport, 1961, hlm. 285). Mereka memiliki kapasitas untuk mencintai orang lain dalam cara-cara  yang intim dan simpatik. Hubungan ini sangat bergantung pada kemampuan seseorang memperluas perasaan diri mereka. Hanya dengan melihat jauh ke depan, manusia dapat mencintai orang lain dengan cara yang dewasa, tanpa posesif, egois, dan tidak memaksa orang lain untuk pemuasan pribadi mereka. Manusia yang psikologisnya sehat memperlakukan orang lain dengan rasa hormat, serta menyadari bahwa kebutuhan, keinginan, dan harapan orang lain tidak jauh berbeda dengan miliknya.
Ketiga, keamanan emosional atau penerimaan diri. Pribadi yang matang menerima diri mereka apa adanya. Manusia yang sehat secara psikologis tidak akan terlalu sedih yang berlarut-larut, tidak akan berkutat dengan masalah-masalah kecil, serta menyadari bahwa rasa frustasi dan ketidaknyamanan merupakan baian dari hidup.
Keempat, manusia yang sehat memiliki persepsi realistis mengenai lingkungan di sekitarnya. Mereka tidak hidup dalam dunia fantasia tau membelokkan kenyataan agar sesuai dengan harapan mereka.
Kelima, insight dan humor. Memiliki selera humor yang tidak kasar, yang memberikan kapasitas untuk menertawakan diri mereka sendiri dari pada bergantung pada tema-tema seksual atau kekerasan yang membuat orang lain tertawa. Allport (1961) yakin bahwa insight dan humor sangat berhubungan, mungkin  merupakan aspek dari hal yang sama, yaitu pemahaman diri (self-objectication). Manusia yang sehat dapat melihat diri mereka sendiri dengan lebih objektif. Mereka dapat melihat hal-hal yang mustahil dalam kehidupan, serta tidak mempunyai kebutuhan untuk berpura-pura atau memakai topeng dalam kehidupan mereka.
Kriteria terakhir, adalah filosofi kehidupan yang integral. Manusia yang sehat mempunyai pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup mereka. Filosofi kehidupan yang integral dapat berupa sesuatu yang bersifat religious ataupun tidak. Tetapi dalam tahap personal. Manusia dengan sikap religious yang matang dan filosofi kehidupan yang integral, mempunyai kesadaran yang berkembang baik dan kemungkinan besar memiliki hasrat untuk melayani orang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Basuki, A. M. Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Walsh, Roger. 2004. Essential Spirituality. Jogjakarta: Pohon Sukma
Riyanti, B. P. Dwi, Prabowo Hendro., & Puspitawati Ira. 1996. Psikologi Umum 1. Jakarta: Gunadarma.
Feist, Jess, & Feist,Gregory J. 2011. Teori kepribadian Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.