KESEHATAN MENTAL
KONSEP
SEHAT DIMENSI
1. Emosi
Chaplin (1972) emosi sebagai reaksi kompleks yang
mengandung tingkatan aktiitas yang tinggi, dan diikuti perubahan dalam
kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat.
Kleinginna (Kleinginna dalam Morgan dkk, 1986)
mensyaratkan satu definisi yang komprehensif tentang emosi seharusnya:
a. Mengatakan
sesuatu tentang apa yang dirasakan ketika seseorang sedang emosional
b. Menyebutkan
dasar psikologis dan fisiologis dari perasaan emosional
c. Memasukkan
efek-efek dari emosi terhaadap persepsi, pemikiran dan perilaku
d. Menunjukkan
sifat dari emosi tertentu yang mendorong dan memotivasi, seperti rasa takut dan
marah
e. Mengacu
ke cara bagaimana emosi diungkapkan dalam bahasa, ekspresi, wajah, dan gesture (bahasa tubuh)
Walaupun
emosi merupakan perasaan yang mengalami intensitas, sebenarnya orang masih bisa
mengontrol dirinya agar tidak larut dalam emosi. Ekman & Freisen (dalam
Carlosn, 1987) terdapat tiga rules yang mengatur emosi dan ekspresi kejamanian.
a. Masking.
Emosi yang dialami seseorang tidak tercetus
keluar melalui ekspresi kejasmanian fisiknya. Contoh: orang yang
mengalami kematian anggota keluarganya, dapat menutup atau meredam
kesedihannya.
b. Modulation.
Emosi tidak dapat disembunyikan atau diredam. Gejala fisik mengekspresikannya,
tetapi emosi tersebut dikontrol sehingga tidak meledak-ledak. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikatakan Allport (1961) dalam kriteria kepribadian yang sehat
yaitu tidak larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Contoh: orang menangis
ketika ditinggal pacar, tapi tidak histeris.
c. Simulation.
Orang tidak mengalami emosi tetapi seolah-olah ia mengalami emosi dengan menampakkan
gejala fisiknya.
Menurut
Ekman & Freisen mengatakan budaya berperan dalam hal ini. Jika masking dan modulation dipengaruhi ajaran budaya bahwa tidak etis menangis
dengan meronta-ronta dihadapan umum walaupun kehilangan seorang anggota
keluarganya, sementara simulation
diajarkan agar orang harus turut sedih dengan orang yang kehilangan.
2. Intelektual
Biasanya orang-orang yang mentalnya sehat adalah orang-orang
yang memiliki intelektual cukup tinggi memiliki ciri-ciri berikut ini:
a. Mudah
menangkap pelajaran
b. Memiliki
ingatan yang baik
c. Perbendaharaan
kata luas
d. Penalaran
tajam (berfikir logis, memahami hubungan sebab-akibat)
e. Daya
konsenrasi baik (perhatian tidak mudah teralihkan)
f. Menguasai
banyak bahan tentang berbagai topic
g. Senang
dan sering membaca
h. Ungkapan
diri lancar dan jelas
i.
Pengamatan yang cermat
j.
Senang mempelajari kamus, peta,
ensiklopedia
k. Cepat
memecahkan soal
l.
Cepat tanggap menemukan kekeliruan dan
kesalahan
m. Cepat
dalam menemukan asas dalam suatu uraian
n. Mampu
membaca pada usia lebih muda
o. Daya
abstraksi tinggi
p. Selalu
sibuk menangani berbagai hal
3. Sosial
Manusia
adalah mahluk social, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya, manusia
yang sehat mentalnya pasti dia akan berinteraksi dengan masyarakat di
sekitarnya. Karena individu tersebut memandang kehidupan secara realita. Jika
individu tersebut hanya berkutat pada dirinya sendiri dan tidak mau atau takut
berinteraksi dengan lingkungannya biasanya dia hanya hidup dalam dunia
fantasinya dan tidak menerima realita kehidupannya itu berarti kepribadian
individu tersebut terganggu.
4. Fisik
Individu
yang memiliki fisik yang sehat mempengaruhi kesehatan mentalnya. Karena
individu yang memiliki fisik yang sehat, melakukan segala sesuatu dengan sadar
sehingga individu tersebut dapat memahami situasi lingkungannya.
Jika
individu tidak memiliki fisik yang sehat kemungkinan dia akan taku menghadapi
keadaan lingkungannya. Contohnya individu yang memiliki berbagai macam alergi,
alasan pertamanya adalah untuk menghindari sesuatu yang membuatnya alergi namun lama kelamaan
hal ini akan membuatnya takut terhadap sesuatu yang membuatnya alergi, dan
kemungkinan dia menjadi phobia terhadap segala esuatu yang membuatnya alergi.
5. Spiritual
Ada dua istilah penting yang harus dibedakan agama dan
spiritualitas. Kata agama mengimplikasikan perhatian pada nilai suci dan utama
dari hidup. Istilah spiritualitas di sisi lain mengacu pada pengalaman
lanngsung atas hal-hal suci.
Spiritual adalah bagaimana kita mengeksplorasi ke dalam
diri kita untuk jauh lebih mengenal tentang diri sejati kita dan mereka yang
sudah dapat mengenal diri sendiri akan dapat mengenali Tuhannya.
Spiritual juga membuat seseorang dapat lebih memahami
arti Tuhan utuk dirinya, mengerti hubungannya dengan Tuhannya, dan spiritual
juga dapat membantu individu menenangkan dirinya dari berbagai macam masalah
kehidupan.
TEORI
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
1. Sigmund Freud
Fase-fase perkembangan individu didorong
oleh energy psikis yang disebut libido. Libido ini merupakan energy psikis yang
bersifat seksual(dorongan kehidupan) dan sudah ada sejak bayi. Setiap tahap
perkembangan ditandai dengan berfungsinya dorongan-dorongan tersebut pada
daerah tubuh tertentu. Freud membagi perkembangan psikoseksual menjadi lima
fase:
a.
Oral (12-18 bulan)
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan
pada mulutnya. Seperti makan, minum, atau menyusu pada ibunya, apabila anak
tidak mendapatkannya maka anak akan memasukkan jari-jari tangannya ke mulut.
b.
Anal (12/18 bulan-3 tahun)
Pusat kenikmatan terdapat pada daerah
anus. Ini saat yang tepat untuk mengajari anak toilet training. Pada fase ini
anak sudah menjadi individu yang mampu bertanggung jawab atas beberapa kegiatan
tertentu.
c.
Phallic (3-6 tahun)
Anak memindahkan pusat kepuasannya pada
alat kelamin. Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomin antara laki-laki dan
perempuan. Pada anak laki—laki keterdekatan pada ibunya menimbulkan gairah
seksual dan rasa cinta yang disebut Oedipus Complex, (pada anak perempuan
terhadap ayahnya disebut Electra Complex).namun perasaan ini terhalang oleh
tokoh ayah, kemudian diikuti oleh kecemasan kastrasi (takut dipotong alat
kelaminnya atau takut disunat) sehingga menimbulkan perilaku menurut dan meniru
saingannya. Konflik ini terpecahkan bila anak sudah dapat menerima, menyukai,
dan mengagumi saingannya sehingga menjadi model dari perilakunya.
d.
Latency (6- pubertas)
Ini adalah masa tenang, walau anak
mengalami perkembangan pesat pada aspek motorik dan kognitif.kecemasan dan
ketakutan pada fase-fase sebelumnya ditekan (repressed). Anak laki-laki bermain
dengan teman bergender sama, begitu juga dengan anak perempuan. Oleh karena itu
fase ini juga disebut fase hoseksual alamiah. Anak akan mencari figure ideal
diantara orang yang berjenis kelamin sama dengannya.
e.
Genital (12 tahun ke atas)
Alat-alat reproduksi sudah mulai matang, pusat
kepuasannya berada pada daerah kelami. Libido diarahkan untuk hubungan-hubungan
heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota keluarga dialihkan pada orang lain
yang berlawanan jenis. Pengalaman-pengalaman di masa lalunya sangat berpengaruh
pada masa remaja menuju masa dewasa, dunia karir, dan berumah tangga.
2. Erik Erikson
Dalam delapan tahap perkembangan psikososial Erikson,
kehidupan social budaya dan lingkungan indiidu mempengaruhi perkembangan ego
dan diri.
Erikson masih memakai konsep-konsep naluri Freud yang
dibentangkannya pada dua titik ekstrim (positif-negatif) sebagai suatu konflik
dan konflik ini menimbulkan krisis. Terselesaikannya krisis itu akan
mempengaruhi perkembangan individu. Berikut delapan tahap perkembangan
psikososial:
a. Basic Trust vs Basic mistrust
(12-18 bulan)
Bila
rasa aman terpenuhi, bayi akan mengambangkan rasa percaya terhadap lingkungan,
dan apabila bayi selalu terganggu, tidak pernah merasakan kasih saying, dan
rasa aman maka bayi akan mengen=mbangkan rasa tidak percaya terhadap
lingkungan.
b. Autonomy vs Shame & Doubt
(12/18 bulan-3 tahun)
Pengakuan,
pujian, perhatian, serta dorongan akan menimbulkan rasa percaya diri,
memperkuat egonya, bila sebaliknya maka akan mengembangkan peasaan ragu-ragu.
c. Initiative vs Guilt
(3-6 tahun)
Bila
pada tahap sebelumnya anak dapat mengmbangkan rasa percaya diri maka di tahap
ini anak mulai berani mengambil sikap inisiatif, yaitu perasaan untuk dapat
melakukan sesuatu sesuai kehendaknya dan apabila di tahap sebelumnya anak
mengembangkan perasaan ragu-ragu maka ditahap ini anak akan selalu merasal
bersalah dan tidak berani mengambil keputusan.
d. Industry vs Inferiority
(6 tahun-pubertas)
Memasuki
usia sekolah, apabila anak mampu menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan dan
dihargai anak akan lebih produktif, namun bila yang terjadi sebaliknya anak
akan merasa rendah diri(minder).
e. Identity vs Identity Confusion
(pubertas-dewasa awal)
Tahap
ini anak mulai memutuskan bagaimana masa depannya, apabila berhasil pada tahap
sebelumnya maka anak dapat menemukan dirinya namun bila sebaliknya anak akan
bingung mengenai siapa dirinya.
f. Intimacy vs Isolation
(dewasa awal)
Individu
mulai mencari pasangan hidup, seseorang yang berhasil mendapatkan kasih saying
akan merasakan kemesraan dan keintiman, dan apabila seseorang tersebut gagal
maka akan merasa terasingkan.
g. Generativity vs Stagnation
(dewasa madya)
Pengalaman
dimasa lalu mampu membuat individu berbuat banyak untuk generasi
setelahnya,nammun apabila individu memperolah atau hanya berada dalam
pengalaman negative maka mungkin dia terkurung dalam persoalannya sendiri
h. Integrity vs Despair
(usia lanjut)
Individu
akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi dan tindakan masa lalu akan
menimbulkan perasaan puas dan apabila ia merasa gagal aka akan timbul
kekecewaan yang amat besar.
3.
Gordon Allport
Menurut Allport
pribadi yang sehat adalah kepribadian
yang matang. Berikut beberapa asumsi tentang konsep kepribadian yang
matang. Pertama, manusia yang matang secara psikologis memiliki perilaku yang
proaktif, yaitu mereka mampu bertindak secara sadar dalam lingkungannya, serta
membuat lingkungannya memberikan respon terhadapnya.
Selain itu,
kepribadian yang matang lebih dapat termotivasi oleh proses sadar sehingga
mereka menjadi lebih fleksibel dan mandiri, sedangkan kepribadian yang
terganggu atau tidak sehat, akan tetap terdominasi oleh motif-motif tidak sadar
yang berasal dari pengalaman masa kecilnya.
Pribadi
yang sehat biasanya memiliki masa kecil yang tidak traumatis walaupun pada
tahun-tahun berikutnya mereka dapat menghadapi konflik dan penderitaan. Usia
tidak menentukan pribadi yang matang, walaupun manusia yang sehat kelihatan
menjadi dewasa saat usianya bertambah.
Allport
(1961) mengidentifikasikan enam criteria kepribadian yang matang.
Kriteria pertama
adalah perluasan perasaan diri. Mereka
tidak terpuat pada diri sendiri (self-centered)
serta mampu terlibat dalam masalah dan aktivitas yang tidak terpusat pada diri
mereka. Mereka mengembangkan minat yang tidak egosentris dalam pekerjaan,
permainan, dan rekreasi. Minat atas kehidupan social, keluarga, dan spiritual
sangat penting bagi mereka.
Kedua,
memiliki karakter berupa “hubungan yang
hangat dengan orang lain” (Allport, 1961, hlm. 285). Mereka memiliki
kapasitas untuk mencintai orang lain dalam cara-cara yang intim dan simpatik. Hubungan ini sangat
bergantung pada kemampuan seseorang memperluas perasaan diri mereka. Hanya
dengan melihat jauh ke depan, manusia dapat mencintai orang lain dengan cara
yang dewasa, tanpa posesif, egois, dan tidak memaksa orang lain untuk pemuasan
pribadi mereka. Manusia yang psikologisnya sehat memperlakukan orang lain
dengan rasa hormat, serta menyadari bahwa kebutuhan, keinginan, dan harapan
orang lain tidak jauh berbeda dengan miliknya.
Ketiga, keamanan emosional atau penerimaan
diri.
Pribadi yang matang menerima diri mereka apa adanya. Manusia yang sehat secara
psikologis tidak akan terlalu sedih yang berlarut-larut, tidak akan berkutat
dengan masalah-masalah kecil, serta menyadari bahwa rasa frustasi dan
ketidaknyamanan merupakan baian dari hidup.
Keempat, manusia
yang sehat memiliki persepsi realistis
mengenai lingkungan di sekitarnya. Mereka tidak hidup dalam dunia fantasia tau
membelokkan kenyataan agar sesuai dengan harapan mereka.
Kelima, insight dan humor.
Memiliki selera humor yang tidak kasar, yang memberikan kapasitas untuk
menertawakan diri mereka sendiri dari pada bergantung pada tema-tema seksual
atau kekerasan yang membuat orang lain tertawa. Allport (1961) yakin bahwa
insight dan humor sangat berhubungan, mungkin
merupakan aspek dari hal yang sama, yaitu pemahaman diri
(self-objectication). Manusia yang sehat dapat melihat diri mereka sendiri
dengan lebih objektif. Mereka dapat melihat hal-hal yang mustahil dalam
kehidupan, serta tidak mempunyai kebutuhan untuk berpura-pura atau memakai
topeng dalam kehidupan mereka.
Kriteria terakhir, adalah
filosofi kehidupan yang integral.
Manusia yang sehat mempunyai pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup mereka.
Filosofi kehidupan yang integral dapat berupa sesuatu yang bersifat religious
ataupun tidak. Tetapi dalam tahap personal. Manusia dengan sikap religious yang
matang dan filosofi kehidupan yang integral, mempunyai kesadaran yang
berkembang baik dan kemungkinan besar memiliki hasrat untuk melayani orang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, A. M. Heru.
2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Walsh, Roger. 2004.
Essential Spirituality. Jogjakarta: Pohon Sukma
Riyanti,
B. P. Dwi, Prabowo Hendro., & Puspitawati Ira. 1996. Psikologi Umum 1.
Jakarta: Gunadarma.
Feist,
Jess, & Feist,Gregory J. 2011. Teori kepribadian Edisi 7 Buku 2. Jakarta:
Salemba Humanika.